- Home »
- Sejarah Islam
Hana Lu'lukil Maknun
On Minggu, 20 Januari 2013
Penyebaran Islam oleh Sunan Bonang
Sunan
Bonang dilahirkan pada tahun 1456 M, dengan nama Raden Maulana Makdum Ibrahim. Dia adalah putra Sunan Ampel dan Nyai Ageng Manila. Bonang adalah sebuah desa di Kabupaten Rembang. Nama Sunan Bonang diduga adalah Bong Ang sesuai nama marga Bong
seperti nama ayahnya Bong Swi Hoo alias Sunan Ampel.
Terdapat silsilah yang menghubungkan Sunan Bonang dan Nabi Muhammad :
Sunan Bonang (Makdum Ibrahim) bin
Sunan Ampel (Raden Rahmat) Sayyid Ahmad Rahmatillah bin
Maulana Malik Ibrahim bin
Syekh Jumadil Qubro (Jamaluddin Akbar Khan) bin
Ahmad Jalaludin Khan bin
Abdullah Khan bin
Abdul Malik Al-Muhajir (dari Nasrabad,India) bin
Alawi Ammil Faqih (dari Hadramaut) bin
Muhammad Sohib Mirbath (dari Hadramaut) bin
Ali Kholi' Qosam bin
Alawi Ats-Tsani bin
Muhammad Sohibus Saumi'ah bin
Alawi Awwal bin
Ubaidullah bin
Muhammad Syahril
Ali Zainal 'Abidin bin
Hussain bin
Ali bin Abi Thalib (dari Fatimah az-Zahra binti Muhammad SAW)
Sunan Ampel (Raden Rahmat) Sayyid Ahmad Rahmatillah bin
Maulana Malik Ibrahim bin
Syekh Jumadil Qubro (Jamaluddin Akbar Khan) bin
Ahmad Jalaludin Khan bin
Abdullah Khan bin
Abdul Malik Al-Muhajir (dari Nasrabad,India) bin
Alawi Ammil Faqih (dari Hadramaut) bin
Muhammad Sohib Mirbath (dari Hadramaut) bin
Ali Kholi' Qosam bin
Alawi Ats-Tsani bin
Muhammad Sohibus Saumi'ah bin
Alawi Awwal bin
Ubaidullah bin
Muhammad Syahril
Ali Zainal 'Abidin bin
Hussain bin
Ali bin Abi Thalib (dari Fatimah az-Zahra binti Muhammad SAW)
Sunan Bonang belajar agama dari pesantren ayahnya di Ampel Denta.
Setelah cukup dewasa, ia berkelana untuk berdakwah di berbagai pelosok Pulau
Jawa. Mula-mula ia berdakwah di Kediri, yang mayoritas masyarakatnya beragama
Hindu. Di sana ia mendirikan Masjid Sangkal Daha. Ia kemudian menetap di Bonang
-desa kecil di Lasem, Jawa Tengah -sekitar 15 kilometer timur kota Rembang. Di
desa itu ia membangun tempat pesujudan/zawiyah sekaligus pesantren yang kini
dikenal dengan nama Watu Layar. Ia kemudian dikenal pula sebagai imam resmi
pertama Kesultanan Demak, dan bahkan sempat menjadi panglima tertinggi.
Meskipun
demikian, Sunan Bonang tak pernah menghentikan kebiasaannya untuk berkelana ke
daerah-daerah yang sangat sulit. Ia acap berkunjung ke daerah-daerah terpencil
di Tuban, Pati, Madura maupun Pulau Bawean. Di Pulau inilah, pada 1525 M ia
meninggal. Jenazahnya dimakamkan di Tuban, di sebelah barat Masjid Agung,
setelah sempat diperebutkan oleh masyarakat Bawean dan Tuban.
Tak seperti Sunan Giri yang lugas dalam fikih, ajaran Sunan Bonang
memadukan ajaran ahlussunnah bergaya tasawuf dan garis salaf ortodoks. Ia
menguasai ilmu fikih, usuludin, tasawuf, seni, sastra dan arsitektur.
Masyarakat juga mengenal Sunan Bonang sebagai seorang yang piawai mencari
sumber air di tempat-tempat gersang.
Ajaran Sunan Bonang berintikan pada filsafat 'cinta'('isyq). Sangat
mirip dengan kecenderungan Jalalludin Rumi. Menurut Bonang, cinta sama dengan
iman, pengetahuan intuitif (makrifat) dan kepatuhan kepada Allah SWT atau haq
al yaqqin. Ajaran tersebut disampaikannya secara populer melalui media kesenian
yang disukai masyarakat. Dalam hal ini, Sunan Bonang bahu-membahu dengan murid
utamanya, Sunan Kalijaga.
Sunan Bonang banyak melahirkan karya sastra berupa suluk, atau tembang
tamsil. Salah satunya adalah "Suluk Wijil" yang tampak dipengaruhi
kitab Al Shidiq karya Abu Sa'id Al Khayr (wafat pada 899). Suluknya banyak
menggunakan tamsil cermin, bangau atau burung laut. Sebuah pendekatan yang juga
digunakan oleh Ibnu Arabi, Fariduddin Attar, Rumi serta Hamzah Fansuri.
Sunan Bonang juga menggubah gamelan Jawa yang saat itu kental dengan
estetika Hindu, dengan memberi nuansa baru. Dialah yang menjadi kreator gamelan
Jawa seperti sekarang, dengan menambahkan instrumen bonang. Gubahannya ketika
itu memiliki nuansa dzikir yang mendorong kecintaan pada kehidupan transedental
(alam malakut). Tembang "Tombo Ati" adalah salah satu karya Sunan
Bonang.
Dalam pentas pewayangan, Sunan Bonang adalah dalang yang piawai
membius penontonnya. Kegemarannya adalah menggubah lakon dan memasukkan tafsir-tafsir
khas Islam. Kisah perseteruan Pandawa-Kurawa ditafsirkan Sunan Bonang sebagai
peperangan antara nafi (peniadaan) dan 'isbah (peneguhan).
Sunan
Bonang juga terkenal dalam hal ilmu kebathinannya. Ia mengembangkan ilmu
(dzikir) yang berasal dari Rasullah SAW, kemudian beliau kombinasi dengan
kesimbangan pernapasan yang disebut dengan rahasia Alif Lam Mim (م ل ا
) yang artinya hanya Allah SWT yang tahu.
Sunan
Bonang juga menciptakan gerakan-gerakan fisik atau jurus yang Beliau ambil dari
seni bentuk huruf Hijaiyyah yang berjumlah 28 huruf dimulai dari huruf Alif dan
diakhiri huruf Ya'. Ia menciptakan Gerakan fisik dari nama dan simbol huruf
hijayyah adalah dengan tujuan yang sangat mendalam dan penuh dengan makna,
secara awam penulis artikan yaitu mengajak murid-muridnya untuk menghafal
huruf-huruf hijaiyyah dan nantinya setelah mencapai tingkatnya diharuskan bisa
baca dan memahami isi Al-Qur'an. Penekanan keilmuan yang diciptakan Sunan
Bonang adalah mengajak murid-muridnya untuk melakukan Sujud atau Salat dan
dzikir. Hingga sekarang ilmu yang diciptakan oleh Sunan Bonang masih
dilestarikan di Indonesia oleh generasinya dan diorganisasikan dengan nama
Padepokan Ilmu Sujud Tenaga Dalam Silat Tauhid
Indonesia.
Sumber :